Senin, 14 Oktober 2013

Khutbah Idul Adha 1434 H "Memoar Pengorbanan untuk Hari Ini dan Masa Depan"

15 Oktober 2013 pukul 10:52

oleh: Usman Jayadi

Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar… Walillahilhamd
Bapak-bapak, Ibu-Ibu, Saudara-Saudari Kaum Muslimin Jamaah Shalat Idul Adha yang Dirahmati Allah SWT.
Sebagai wujud penghambaan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat-Nya yang telah memberikan kita kenikmatan yang begitu banyak sehingga kita dapat hadir dan berkumpul pada pagi yang penuh dengan rahmat-Nya ini guna memperingati satu di antara sekian banyak hari yang mulia yang telah Allah ciptakan. Hari yang menjadi saksi tentang jiwa-jiwa suci penuh perjuangan menggapai harapan, hari yang menjadi ibrah tentang jiwa yang siap berkorban kematian demi mendapatkan keridho’an, Hari yang tidak kan mungkin terlupakan, hingga berakhirnya kehidupan.

Kehadiran kita di masjid yang sama-sama kita cintai ini, bersamaan dengan kehadiran sekitar 4 juta saudara-saudari kita yang tengah menyelesaikan pelaksanaan ibadah haji di tanah suci Makkah. Teriring doa, semoga saudara-saudari kita yang tengah melaksanakan ibadah haji mendapat haji yang mabrur di sisi Allah SWT, dan kita semua baik yang sudah, terlebih yang belum diberikan kesempatan untuk melaksanakan ibadah mulia itu, Mudah-mudahan di tahun-tahun berikutnya Allah SWT memudahkan jalan bagi kita untuk berkunjung ke Rumah-Nya yang maha mulia itu dalam rangka menunaikan ibadah haji. Amin Ya Rabbal’alamin!

Selanjutnya, Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan keharibaan ruh junjungan alam, baginda Nabi, Rasulullah Muhammad Saw. Semoga kita semua selalu berada dalam kesejatian untuk mengikuti dan mengamalkan ajaran agama beliau hingga akhir dunia ini, Amin ya Mujibassa’ilin….

Melalui khutbah Id ini, saya mengucapkan selamat kepada Hadirin yang Alhamdulillah diberikan hidayah dan rezeki oleh Allah dalam rangka menyembelih hewan qurban untuk disedekahkan kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan. Karena Dalam satu Hadisnya, Rasulullah menggambarkan balasan orang yang berkurban, “Tidak ada perbuatan yang paling disukai Allah pada hari raya haji selain berkurban. Sesungguhnya orang yang berkurban akan datang pada hari kiyamat dengan membawa tanduk, bulu, dan kuku binatang kurban itu. Dan sesungguhnya darah kurban yang mengalir itu akan lebih cepat sampai kepada Allah dari pada (darah hewan kurban itu) jatuh ke bumi. Maka sucikanlah dirimu dengan berkurban.” (HR. al-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Dan, Kepada Hadirin-hadirat yang Alhamdulillah diberikan rezeki untuk bersedekah mengisi kotak amal dalam rangka pembangunan masjid yang kita cintai ini. Rasulullah SAW menyampaikan salam kepada kita semua, melalui sabdanya: “Sesungguhnya shadaqah itu akan memadamkan panasnya kubur bagi pelakunya, dan bahwasanya seorang mu’min itu akan bernaung di hari kiamat pada naungan shadaqahnya.” (Shahih At-Targhib wa At-Tarhib)

Perjalanan kita menuju masjid ini, sedekah kita untuk pembangunan rumah Allah ini adalah bentuk dari sebuah pengorbanan, dan yakinlah hadirin bahwa pengorbanan untuk Allah pasti akan dibalas dengan kebaikan di sisi-Nya. Amin ya Rabbal’alamin!

Hadirin sidang id rahimakumullah
Masa usia Sejarah qurban adalah setua masa usia sejarah manusia, menelaah sejarah qurban berarti menelaah sejarah kehidupan manusia yang pertama adam dan hawa.

Qurban, pertama kali disyariatkan pada masa nabi adam as, yaitu terhadap kedua putranya Qabil dan Habil.

suatu ketika, tatkala Adam dan Hawa sudah bersama-sama hidup di dunia dikaruniailah sepasang anak kembar yang pertama ; Qabil dan Iklima.
Qabil adalah seorang yang rupawan, begitupun Iklima seorang putri yang cantik jelita. Pada masa sesudahnya, lahir pula sepasang kembar Habil dan Labuda. Labuda tak secantik Iklima, begitupun Habil meskipun tak setampan saudaranya tapi ia memiliki hati yang mulia.
Di masa putra-putri Adam dan Hawa telah dewasa, Allah mensyariatkan kepada Adam untuk menikahkan anak-anaknya secara bersilangan Qabil kepada Labuda dan Habil kepada Iklima. Habil menerima titah tersebut, akan tetapi Qabil tidak mau menerima perintah Allah, dengan alasan bahwa ia lebih tampan daripada Habil dan lebih berhak untuk menikahi Iklima yang molek rupawan.
Adampun menjadi bingung, betapa keduanya adalah anak-anaknya yang tercinta, siapakah yang harus ia bela? Kemudian Allah memberikan petunjuk melalui wahyu kepada Adam as ; Qabil dan Habil diperintahkan untuk berqurban demi Allah, dan barang siapa yang qurbannya diterima oleh Allah maka dialah yang berhak untuk menikahi Iklima.
Qabil yang merupakan seorang petani berqurban dengan tanaman yang kurus kering keronta, sedangkan Habil yang seorang peternak berqurban dengan seekor gibas jantan yang besar, putih, bersih, bertanduk lagi gagah.
Singkat cerita, qurban Habil lah yang diterima Allah swt gibasnya disimpan di surga dan ia berhak menikahi Iklima, namun kesombongan Qabil telah menutup mata hatinya, ia tidak mau menerima keputusan Allah swt, ia menjadi sombong dan serakah hingga karena terbakar nafsu ia tega membunuh saudaranya sendiri Habil. Inilah peristiwa pembunuhan pertama yang terjadi dalam sejarah umat manusia.

اللهاكبر.......3 وللهالحمد
Hadirin jamaah solat id yang mulia

Sejarah qurban yang kedua adalah pada masa nabi Ibrahim as. Dan syariat ibrahimlah yang hari ini kita laksanakan bersama.
Ibrahim adalah Khalilullah, kekasih Allah, nabi yang taat, patuh dan begitu cinta kepada Tuhan-Nya. Kecintaannya kepada Tuhan menghabiskan seluruh cintanya kepada dunia, beliau tidak pernah merasa ragu dan rugi untuk bersedekah, berqurban ratusan kambing, dan unta.
Hingga suatu ketika umatnya bertanya, wahai Ibrahim, apakah engkau tidak merasa sayang berqurban begitu banyak ?
Ibrahim menjawab, jangankan hartaku, jiwaku, demi Allah yanga kucintai, andai saja aku memiliki anak, dan Tuhan memerintahkan untuk mengqurbankannya, maka akan aku lakukan.

Memang, pada saat itu Ibrahim belum memiliki anak, padahal usianya sudah senja, anak adalah sesuatu yang begitu ia dambakan, setiap saat, setiap waktu, disiang dan malam hari, beliau selalu berkata :
“Rabbi habli minasshalihin”
Tuhanku…karuniailah aku anak yang saleh, anak yang menjadi penerus dakwah risalah kenabian.

Akhirnya setelah sekian lama berdoa, Tuhanpun menjawab doa Ibrahim ..
Pada usia beliau 81 tahun, hasil perkawinannya dengan Hajar terlahirlah Ismail, seorang putra yang saleh, sabar, putra yang menyejukan hati, pencurah rasa, sukma dari kasih sayangnya, belahan hati tumpuan jiwa.
Namun pada usia ismail yang masih belia, dimana penuh dengan kelucuan, keceriaan, menggemberikan orang tua, Ismail yang sudah memiliki akhlak mulia, bijak dan sabar. Ibrahim ditegur oleh Allah pada malam tgl 7 dzulhijjah dalam mimpinya untuk melaksanakan nadzar atau janjinya terdahulu yaitu menyembelih anaknya jika diperintahkan Tuhannya. Dalam mimpi tersebut, Allah SWT menegur beliau”
Wahai ibrahim….penuhi janjimu !
Tersentak…ibrahim dengan mimpinya. Kekagetan yang luar biasa, Keraguan, kegelisahan, gundah gulana. Antara takut dan keyakinan berbaur dalam jiwanya, apakah ini mimpi dari syaitan atau justru wahyu Tuhan yang menagih janjinya?

Otak berputar…fikiran menerawang, raga gemetaran, seluruh pengetahuan dan perasaannya bertumpu memikirkan mimpinya.
Pada malam tgl 8 dzulhijjah mimpi ibrahim berulang kembali

Wahai ibrahim….penuhi janjimu ! kata Allah
Ibrahim semakin gelisah, haruskah putra tercinta, yang didambakan begitu lama, harus ia bunuh dengan tangannya sendiri? mungkinkah Tuhan yang maha rahman dan rahim memerintahkan sesuatu yang tidak baik?
Tapi bukanlah suatu cinta terhebat jikalau tidak diuji dengan ujian yang maha dahsyat ?
Apakah cinta ibrahim kepada Tuhannya akan dikalahkan oleh cintanya kepada ismail ? berfikir- dan terus berfikir …..
Tgl 7 dan 8 dzulhijjah karena Ibrahim berfikir, berfikir dan berfikir maka disebut sebagai yaumut tarwiyah atau hari berfikir …

Pada malam tgl 9 Dzulhijjah ibrahim mendapatkan mimpinya yang ketiga kali, maka ia pun akhirnya mengetahui bahwa mimpinya itu merupakan titah Allah swt. Karena pada tanggal tersebut nabi Ibrahim tahu bahwa mimpi itu dari Allah, dalam bahasa arab kata “tahu” adalah arofa, sehingga tgl 9 Dzulhijjah disebut yaumul arofah..atau hari pengetahuan bagi Ibrahim dan diperingati oleh jamaah haji dengan wukuf di Padang Arofah.

Lantas, Ibrahim pun mengutarakan hal tersebut kepada istrinya, bunda ismail, St Hajar, dengan berat hati ia bicarakan mimpinya.. air mata terurai dari sela-sela tatapan kepada anaknya yang haru, membasahi kedua pipi dari wajah insan salehah itu.

Namun karena kesalehan dan kesabarannya, Hajar penuh dengan keimanan berkata, jangankan anakku, jikalau Tuhan meminta jiwa ragaku harus dihunus seribu pedang, maka aku ikhlas menerima, insya Allah tuhan tidak akan menyengsarakan hambanya yang beriman.

Tapi hal yang terberat bagi Ibrahim adalah ketika ia harus menyampaikan mimpinya kepada anaknya ..
Bahasa apa yang harus ia gunakan ?
Tutur kata apa yang harus ia sampaikan ?
Jiwa Ibrahim dituntun Tuhannya, lidahnya digerakan dengan bahasa Ilahiyah, terukir dalam surat as sofat ayat 102 Allah mengkisahkan :

 “maka tatkala ismail anaknya telah mencapai usia yang sanggup, Ibrahim berkata : wahai anaku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku bahwa aku menyembelihmu, maka fikirkanlah apa pendapatmu ?”

Ismail pun menjawab :
“wahai ayahku, lakukanlah apa yang Allah perintahkan kepadamu, insya allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar…”
subhanallah !!!

Pada tanggal 10 dzuhijjah ibrahim pun membawa ismail kesuatu tempat, disela keberangkatannya sekiranya tempat jumratul aqobah setan menggodanya untuk mengurungkan niatnya dengan seribu dalih dan rayuan busuknya. Ibrahimpun melemparinya dengan 7 kerikil. Setibanya di suatu tempat sekiranya kini jumratul wusto setanpun menggoda kembali dan ibrahim melemparinya lagi dengan 7 kerikil, begitupun ditempat jumratul ula. Peristiwa ini diabadikan dengan ibadah jemaah haji “jumrah” atau melempari batu.

Akhirnya di suatu lembah tandus ibrahim melentangkan ismail, direbahkannya ismail diiring isak tangis seorang ayah yang bijaksana. Jibril pun menyaksikan suatu peristiwa yang maha dahsyat itu.

Tatkala ia hendak menyembelih Ismail, Ibrahim berkata :
xالله اكبر........3
Jibril menyahut:
لا اله الا الله والله اكبر
Ismail menjawab:
الله اكبر ولله الحمد
Inilah lafadz takbir yang pertama kali dikumandangkan dalam sejarah kehidupan manusia.

Hadirin wal hadirot yang dirahmati Allah
Sungguh Allah adalah dzat yang maha rahman dan rahim, yang tak mungkin memerintahkan manusia ke jalan kebusukan dan kebiadaban, perintah-Nya kepada Ibrahim untuk menyembelih Ismail hanyalah ujian atas kecintaan dan kepatuhan ibrahim.
Pedang yang begitu tajam ternyata tak mampu melukai Ismail meskipun hanya untuk memotong sehelai rambutnya. Ibrahim pun kian heran…Tuhan, ujian apakah lagi yang Engkau berikan kepadaku sehingga tatkala kusembelih pedang ini tidak bisa melukai anakku, Ismail? Ucap beliau.
Allah SWT kemudian berfirman :

”Maka tatkala keduanya telah berserah diri dan ibrahim telah membaringkan anaknya (nyatalah kesabaran keduanya) dan Kami panggil ia, hai ibrahim sesungguhnya kamu telah melaksanakan mimpimu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata, dan Kami tebus anak itu dengan seekor kambing yang besar, Kami abadikan untuk ibrahim pujian yang baik di kalangan orang-orang yang datang kemudian, yaitu kesejahteraan atas ibrahim.
(QS. As shoffat 103 –109).

Allah memerintahkan kepada Jibril untuk membawa Qibas qurban dari Habil anak Adam yang ada di surga, diturunkan ke bumi untuk menggantikan posisi ismail, akhirnya gibas Qurban dari Habilah yang disembelih oleh Ibrahim as.

Demikianlah sosok ibrahim dan keluarganya yang senantiasa patuh terhadap segala yang Allah perintahkan, tak ada keraguan meski harus merelakan harta yang paling dicintai dan paling berharga demi cintanya kepada Tuhannya.

Hadirin sidang id rahimakumullah
 “Sesungguhnya kemenangan dalam pertarungan hidup tidaklah diperoleh dengan harta, kekayaan dan, kesenangan; tapi dari perjuangan keras, ketegaran dan kesabaran. Dan bahwa keberhasilan manusia tidaklah diperjualbelikan begitu saja atau diberikan secara gratis melainkan harus disertai dengan pengorbanan dan ketundukkan kepada Sang Pencipta;
Syekh 'Aid Abdullah al-Qarany dalam kitabnya "la tahzan" mengatakan: "apabila Anda melihat padang pasir yang luas tak bertepi, yakinlah bahwa di balik itu akan ada taman hijau nan indah dan apabila saat ini anda bermandikan air mata yakinlah sebentar lagi akan datang senyum kesuksesan, asalkan kita tetap yakin bahwa Allah akan menolong kita dan terus berusaha tanpa henti".
*)Mengakhiri khutbah ini, saya mengajak kepada kita semua, marilah kita berjanji kepada diri kita sendiri. bahwa segenap hidup dan mati kita, segenap jiwa dan pikiran kita, segenap harta dan waktu-waktu kita, telah kita jual kepada Allah swt yang akan dibayarnya – kelak- dengan surga;

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS. At Taubah ayat 111)

Mudah-mudahan Allah SWT memberikan rahmat-Nya kepada kita, mengabulkan segala doa dan harapan kita, serta dimudahkan jalan untuk berkorban dalam mencapai tujuan dan cita-cita kita. Amin ya Rabbal’alamin! 
Ja’alanallahu waiyyakum bimaa fiihi minal ayaati wadzzikrilhakim, wataqabbalallahuminna waminkum tilawatahu innahu huwassami’ul ‘aliim… 
Allahu akbar 3x la ilaha illallah wallahu akbar
Allahu Akbar walillahilhamd 

(Disampaikan pada Khutbah Idul Adha, Masjid "Baiturrahim" Lingkungan Pejarakan)

Sabtu, 10 Agustus 2013

IDUL FITRI: EVALUASI KETAQWAAN DAN PENGEJEWANTAHAN KEIMANAN

Allah Akbar .. Allah Akbar .. Allah Akbar .. Walillahilhamd ..
Hadirin-Hadirat, Ma’asyiral muslimin wal muslimat Jamaah Shalat ‘Id yang berbahagia
Mengawali khutbah di mimbar yang mulia ini, khatib mengajak kepada kita semua, marilah kita tingkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dan menjalani sunnah RAsulullah SAW, karena dengan keimanan dan ketaqwaan itulah Insya Allah kita semua akan akan meraih kemenangan hakiki kita.

Allah Akbar .. Allah Akbar .. Allah Akbar .. Walillahilhamd .. 
Berakhirlah sudah Ramadhan yang mulia, masa konstruksi dan penempaan jiwa kita. Sebulan penuh kita kembali kepada siklus spiritual kita, untuk kemudian berjuang, dengan energi jiwa yang terbarukan, membangun iman, memakmurkan taqwa dan menciptakan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Kita berharap semua ibadah yang kita lakukan, mulai dari puasa, taraweh, tahajjud, tilawah, i'tikaf, membayar zakat, infaq, dan shadaqah diterima di sisi Allah swt. Semoga Allah berkenan memberikan kita semua berkah Ramadhan, dari pengampunan, rahmat hingga pembebasan dari neraka. Dan Allah SWT mempertemukan kita kembali dengan Ramadhan di tahun-tahun berikutnya. Amin Ya Robbal 'Alamin.

Allah Akbar .. Allah Akbar .. Allah Akbar .. Walillahilhamd ..
Hari ini, lebih dari 1,5 milyar penghuni bumi bersujud mengakui Ke Maha Besaran Allah Azza wajalla, mengumandangkan takbir, tahlil, tasbih, dan tahmid sebagai ungkapan Memahabesarkan Dia, Tuhan Yang Maha Pencipta, Meng-Esakan Dia, Tuhan Yang Maha Satu-satunya, Mensucikan Dia, Tuhan Yang Maha Kuddus, dan Menghaturkan pujian kepada Dia, Tuhan Yang Maha Pemberi nikmat kepada seluruh hamba-Nya.

Hari ini kita ber-Idul Fitri, hari ini kita merayakan kemenangan sejati kita, dan hari ini kita mengevaluasi iman dan ketaqwaan kita. Idul Fitri harus kita rayakan, Idul Fitri harus kita agungkan, Idul Fitri harus kita sikapi sebagai pengejawantahan sikap untuk mengoreksi sejauh mana ruh ketaqwaan yang telah kita perjuangkan selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan.

Hakikat dari Idul Fitri yang sesungguhnya adalah memenangkan mereka yang benar-benar bertaqwa kepada Allah SWT.
“Sesungguhnya, orang-orang yang bertaqwa pasti mendapat kemenangan”
(QS. An Naba’ ayat 31)

Allah Akbar .. Allah Akbar .. Allah Akbar .. Walillahilhamd ..
Hadirin, Hadirat, Jamaah Shalat ‘Id yang berbahagia
Tersadar atau tidak, sesungguhnya Allah SWT menakdirkan kita menjadi pemenang sejati dalam setiap pertarungan. Tersadar atau tidak, sesungguhnya Allah SWT tidak menginginkan kita semua menjadi pecundang, dan kalah sebelum berjuang. Dan Allah SWT tidak pernah menginginkan kita untuk bersedih meratapi takdir yang telah Dia tentukan. Semuanya akan kita dapatkan sebagai suatu keuntungan, sebagai sebuah kemenangan, jika kita semua benar-benar memahami bahwa hakikat ketaqwaan kepada-Nya adalah kunci untuk meraih segala-galanya.

Ramadhan telah menggembleng kita dengan tujuan menjadikan kita semua menjadi pemenang sejati dalam bingkai keimanan. Ramadhan telah mendidik kita dengan tujuan menjadikan jati diri kita menjadi mulia dengan ketaqwaan. Karena Allah SWT hanya merindukan hamba-hamba-Nya yang selalu mengingat dan bertaqwa kepada-Nya. Allah SWT juga tidak pernah membedakan hambanya dengan kekayaan dan kemiskinan, tidak pernah membedakan hamba-Nya dengan pangkat dan kedudukan, melainkan Allah SWT membedakan hamba-hamba-Nya berdasarkan tingkat ketaqwaannya.

Oleh karena itu Hadirin-hadirat yang berbahagia, jika kita meyakini hari ini kita sudah benar-benar bertaqwa, maka ruh Ramadhan jangan sampai segera kita abaikan dan kita lupakan. Jika hari ini kita benar-benar meyakini bahwa kemenangan dalam iman kepada Allah telah sama-sama kita gapai, maka kebaikan-kebaikan yang telah kita persembahkan kepada Allah di bulan Ramadhan kemarin jangan sampai kita telantarkan. Sesungguhnya, hanya hati kecil kitalah yang dapat membedakan kita bertaqwa kepada Allah ataupun tidak. Hanya nurani bathin kitalah yang tahu kita telah benar-benar meraih Fitrah kita di hari ini atau tidak. Jika hati kecil dan nurani bathin kita belum yakin untuk mengakui ketaqwaan dan fitrah kita, maka marilah kita introspeksi diri seraya bertaubat memohon ampunan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Pengampun.

Allah Akbar .. Allah Akbar .. Allah Akbar .. Walillahilhamd ..
Hadirin, Hadirat, Jamaah Shalat ‘Id yang berbahagia
Allah SWT Yang Maha Berkarya, Yang Maha Hidup dan Yang Maha Kuasa selalu mengawasi gerak-gerik kita. Dia selalu memperhatikan kita sampai-sampai Dia tidak pernah terlelap untuk mengawasi kita, hamba-Nya. Allah SWT amat sangat mencintai kita, oleh karena itu persembahkanlah cinta setulus jiwa kepada-Nya. Allah SWT amat sangat merindukan kita, oleh karenanya persembahkanlah hari-hari kita dengan amaliyah taqwa kepada-Nya. Allah SWT amat sangat dekat dengan kita, hamba-Nya. Oleh karena itu, amat sangat rugi jika kita menjauh dari kasih sayang-Nya.

Dalam hadits qudsi, Allah SWT berfirman sembari mengetuk ruang bathin kita:
Anaa, inda dzonni ‘abdi biy
(Aku berdasarkan prasangka hamba-Ku, Kepada-Ku)
Wa anaa ma’ahu idzaa dzakaroni
 (Aku bersama hamba-Ku, jika mereka ingat kepada-Ku, berdzikir kepada-Ku)

Jika kita memprasangkakan, merasakan Allah ada di tengah-tengah kita saat ini, seraya kita mengingat dan berdzikir kepada-Nya, pasti di tengah-tengah kita saat ini Dia tengah menyaksikan kita, Dia hadir menemani pesta kemenangan fitri kita. Dan Dia pasti merindukan kita.

Oleh karena itu hadirin wa hadirat Rahimakumullah, marilah kita hadirkan Allah SWT di setiap helaan nafas, dalam gerak-gerik kita, dalam ibadah dan amaliyah kita, dalam do’a dan munajat kita, dalam cinta dan harmoni kehidupan kita. Yakinlah, jika kita mampu menghadirkan Allah dalam relung kalbu kita, pasti setiap masalah, setiap ujian dan musibah yang kita alami selalu ada solusi nyata untuk sama-sama kita raih kemenangan dari setiap ketentuan yang telah Dia takdirkan untuk kita.

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta'ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (QS. Al Ahzab ayat 70 dan 71)

Itulah hakikat Idul Fitri yang sesungguhnya, mampu menjadikan kita sebagai insan muttaqin. Insan yang kembali terlahir baru untuk sebuah tujuan Fitrah atau asal kejadiannya dulu, yaitu mengimani Allah SWT dan Sunnah Rasul-Nya Muhammad SAW.
Sebagai akhir dari khutbah ini, sebuah kisah menarik untuk sama-sama kita petik pelajaran darinya yaitu, pada saat terjadinya Perang Yarmukh, salah satu peperangan yang dimenangkan oleh kaum muslimin dari 11 peperangan yang terjadi pada buan Ramadhan.

Dikisahkan pada masa peperangan tersebut, seorang tawanan Romawi berhasil meloloskan diri dari tawanan kaum muslimin pada saat itu. Setelah sampai di kerajaannya sang tawanan ditanya oleh raja Heracleus yang berkuasa pada saat itu. “ceritakan kepadaku tentang kehidupan kaum muslimin sehingga mereka mampu mengalahkan pasukan kita yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada mereka?” kemudian sang tawanan menceritakan beberapa hal penting yang dilakukan oleh pasukan kaum muslimin. “yang pertama yang mereka lakukan adalah selalu beribadah di malam hari, di siang harinya merekapun sangat tangguh meskipun mereka tidak makan, dan setiap mereka bertemu dengan sesamanya, mereka saling berucap salam.” Sementara kita, lanjut sang tawanan tadi, malam hari kita habiskan dengan bersenang-senang dan bermabuk-mabukan, di siang hari kita bertempur dalam keadaan membabi buta, dan tidak adanya persatuan di antara kita meskipun jumlah pasukan kita lebih banyak dari mereka.

Dari kisah di atas, dapat kita petik pelajaran yang sangat erat kaitannya dengan amaliyah dalam mencapai kesempurnaan kemenangan kita setelah Ramadhan, yang pertama adalah selalu salat malam seperti yang kita lakukan pada bulan Ramadhan, menyempatkan diri berpuasa sunnah, dan saling menjaga persatuan, saling mendoakan, dan saling bahu membahu dengan sesama kita. Hilangkan permusuhan, karena permusuhan dapat menghancurkan keimanan, pertikaian dan kebencian dapat membuka jalan syetan dalam merusak keIslaman kita. Marilah kita saling maaf memaafkan sebagai wujud pengejewantahan untuk meniru sifat Allah SWT, yaitu Yang Maha Pengampun dan Memberi maaf.

Akhirnya, mudah-mudahan khutbah ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua dalam menjalani aktifitas seusai Ramadhan, dan marilah kita berdoa semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosa kita, menerima amal ibadah kita, dan menggolongkan kita menjadi hamba-Nya yang bertaqwa. Amin ya Rabbal’alamin!

Allah Akbar .. Allah Akbar .. Allah Akbar .. Walillahilhamd ..

Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang dzalim dan kafir.
Ya Allah, perbaikilah agama kami untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbikilah akhirat kami yang menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.

Do'a Pada Khutbah Kedua
Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami.
Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, dosa ibu bapak kami, dosa istri dan anak kami, dosa orang-orang yang telah berjasa dalam hidup kami.
Terimalah amal ibdah puasa kami, terimalah shalat kami, terimalah tilawah kami, terimalah zakat kami, shadaqah kami, dan jadikanlah kami menjadi hamba-hamba-Mu yang selalu mencintai-Mu dan mencintai Rasul-Mu.
Ya Allah, pertemukanlah kami dengan Ramadhan-Mu di tahun-tahun yang akan datang bersama orang – orang yang kami cintai, bersama keluarga kami, dengan kekuatan iman yang lebih sempurna dari tahun ini.
Rabbana atina fiddunya hasanah… wafil aakhirati hasanah … waqinaa ‘adzaabannar. Walhamdulillahirabbil’alamin!

Oleh : Usman Jayadi
(Disampaikan pada Khutbah Idul Fitri 1434 H di Masjid Al A’la Ex Bandara Selaparang-Mataram)

Selasa, 06 Agustus 2013

Untuk Dua Hari Raya


Shalat dua hari raya ('Idul Fitri dan' Idul Adha) itu disyaria'atkan pada tahun pertama dari Hijrah Rasulullah SAW. Hukumnya adalah sunat mu'akkad, yang oleh Nabi SAW selalu dikerjakan, dan disuruhnya semua lelaki dan perempuan agar mengunjunginya.

Tentang shalat Hari Raya ini ada beberapa pembicaraan, kita ringkaskan sebagai berikut:

I). SUNAT MANDI, memakai wewangian dan mengenakan pakaian yang TERBAIK.

Dari Ja'far bin Muhammad, dari ayahnya berikutnya dari kakeknya: " Bahwa Nabi SAW memakai baju buatan Yaman yang indah pada tiap hari raya . "

Dan dari Hasan as Shibti, katanya: " Rasulullah SAW memerintahkan kami agar pada hari raya itu mengenakan pakaian yang terbagus, memakai wewangian yang terbaik dan berkurban dengan hewan yang paling berharga . "

Mengatakan Ibnu Qaiyim: " Pada kedua hari raya itu, Rasulullah SAW biasa mengenakan pakaian yang terbaik, dan ada sepasang pakaian beliau yang khusus digunakannya pada shalat hari raya dan shalat Jum'at . "

II). MAKAN DULU SEBELUM SHALAT IDHUL FITRI, SEBALIKNYA PADA IDHUL ADHA.

Disunatkan memakan beberapa biji kurma dengan jumlah ganjil sebelum pergi mengerjakan shalat 'Idhul Fitri, dan menunda makan itu pada hari raya' Idhul Adha sampai kembali pulang, kemudian baru memakan daging kurban kalau sedang berkurban.

Dari Anas, katanya: " Pada waktu 'Idhul Fitri Rasulullah SAW tidak berangkat ketempat shalat sebelum memakan beberapa buah kurma dengan jumlah yang ganjil . "

Dan dari Buraidah, katanya: " Nabi SAW tidak berangkat pada waktu 'Idhul Fitri sebelum makan dulu, dan tidak makan pada waktu' Idhul Adha sebelum pulang. "

Dan dalam Al-Muwaththa tersebut dari riwayat Sa'id bin Musaiyab: " Bahwa orang diperintahkan makan dulu sebelum pergi shalat 'Idhul Fitri . "
Berkata Ibnu Qudamah: " Dalam soal sunatnya mendahulukan makan pada hari 'Idhul Fitri sebelum pergi ketempat shalat itu, tidak kami ketahui adanya pertikaian . "

III). PERGI KE TEMPAT SHALAT.

Shalat hari raya itu bisa dilakukan di masjid, tapi melakukannya dimushola, yakni lapangan diluar masjid lebih utama (kecuali di Kota Mekkah, maka mengerjakannya di Masjidilharam lebih utama dari tempat mana pun).

Dari Abu Hurairah ra: " Bahwa pada suatu hari raya, turun hujan, maka Nabi SAW pun bershalat dengan sahabat-sahabatnya di masjid . "

IV). Ikut sertanya WANITA DAN ANAK-ANAK.

Disyari'atkan pada kedua hari raya itu keluarnya anak-anak serta kaum wanita, termasuk gadis atau janda, yang masih remaja atau yang sudah tua, bahkan juga wanita-wanita yang sedang haid, berdasarkan hadits Ummu 'Athiyyah: 
Kami diperintahkan untuk mengeluarkan semua gadis dan wanita yang haid pada hari raya, agar mereka dapat menyaksikan kebaikan hari itu, juga doa dari orang Muslimin. Hanya saja sehingga wanita-wanita yang haid menjauhi tempat shalat . "

Dari Ibnu Abbas, katanya: " Bahwa Rasulullah SAW keluar dengan seluruh isteri dan anak-anak perempuannya pada waktu dua hari raya . "

Juga dari Ibnu Abbas, katanya: " Saya ikut pergi bersama Rasulullah SAW (saat itu Abbas masih kecil), menghadiri hari raya 'Idhu Fitri dan' Idhul Adha, kemudian beliau bershalat dan berkhotbah, dan setelah itu mengunjungi tempat kaum wanita, lalu mengajar dan menasehati mereka dan menyuruh mereka agar mengeluarkan sedekah . "

V). MENEMPUH JALAN YANG BERBEDA .

Sebagian besar ahli berpendapat bahwa pada shalat 'Id disunatkan menempuh jalan yang berbeda ketika pergi dan pulang, baik sebagai imam dan makmum.

Dari Jabir ra: " Bahwa Rasulullah SAW pada waktu hari raya, menempuh jalan yang berbeda . "

Dan dari Abu Hurairah ra, katanya: " Ketika Nabi SAW shalat pada hari raya, maka ketika pulang dia menempuh jalan yang berbeda dengan waktu perginya . "

Tapi tidak mengapa kalau menempuh jalan yang sama, berdasarkan hadits riwayat Abu Daud dan Hakim, juga Bukhari dalam At-Tarikh, yakni Bakar bin Mubasysyir, katanya: " Saya berangkat pagi-pagi ketempat shalat hari raya Fitri dan Adha bersama para sahabat, dan kami menempuh jalan melalui lembah Bath-han. Sesampai ditempat shalat, kami pun bershalat dengan Rasulullah SAW, lalu kembali pulang dengan melalui jalan di lembah Bath-han tadi. " 


VI). WAKTU SHALAT 'IDHUL FITRI.


Waktunya adalah mulai terbit matahari setinggi sekitar 3 (tiga) meter dan berakhir apabial telah tergelincir, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Akmad bin Hasan al Banna 'yang diterima dari Jundub, katanya: " Rasulullah SAW bershalat 'Idhul Fitri bersama kami, sedang matahari tingginya sekitar 2 (dua) penggalah, dan bershalat 'Idhu Adha sedang tingginya sekitar sep . " 


Berkata Ibnu Qudamah: " Disunatkan menyegerakan shalat Adha agar terbuka kesempatan yang luas buat berkurban, sebaliknya disunatkan mengundurkan shalat Fitri agar terbuka pula kesempatan luas buat mengeluarkan zakat fitrah. Dan dalam hal ini tidak mengetahui adanya sengketa . " 


VII). ADZAN DAN qamat WAKTU SHALAT DUA HARI RAYA.


Berkata Ibnu Qaiyim: " Ketika Rasulullah SAW telah sampai di mushola, beliau memulai shalat tanpa adzan dan qamat, serta tidak mengucapkan 'Ash shalata jami'ah' Jadi menurut Sunnah, tidaklah dilakukan suatu apa pun dari hal-hal tersebut diatas . " 


Dari Ibnu Abbas dan Jabir, kata mereka: " Pada hari raya 'Idhu Fitri dan' Idhu Adha, tidaklah diserukan adzan . " 


Dan Muslim meriwayatkan dari 'Atha, katanya: " Saya diberi tahu oleh Jabir, bahwa pada shalat 'Idhu Fitri itu tidak diserukan adzan, baik sebelum maupun sesudah imam keluar, tidak pula qamat, panggilan atau apa pun. Tegasnya pada hari itu tidak ada panggilan apa apa atau qamat . " 


Kemudian dari Sa'ad bin Abi Waqqash: " Bahwa Nabi SAW mengerjakan shalat hari raya tanpa adzan dan qamat, dan waktu berkhotbah ia berdiri, dan kedua khotbahnya itu dia pisahkan dengan duduk sebentar . " 


VIII). TAKBIR PADA SHALAT DUA HARI RAYA.


Shalat hari raya itu dua raka'at. Pada raka'at pertama setelah takbiratul ihram dan sebelum membaca Al-Fatihah, disunnahkan membaca takbir sebanyak 7 (tujuh) kali, dan pada raka'at kedua, 5 (lima) kali dengan mengangkat kedua tangan setiap kali takbir. 


Diterima dari 'Amar bin Syu'aib, dari ayahnya selanjutnya dari kakeknya: " Bahwa Nabi SAW bertakbir 12 (dua belas) kali, 7 (tujuh) kali pada raka'at pertama dan 5 (lima) kali pada raka'at kedua. Dia tidak mengerjakan shalat sunat apa pun, baik sebelum atau sesudah shalat hari raya itu . " 


Dan menurut riwayat Abu Daud dan Daruquthni tersebut: " Bahwa Nabi SAW bersabda: 'Membaca takbir pada shalat Fitri itu adalah tujuh kali pada rakaat pertama dan lima kali pada raka'at kedua , dan bacaan dilakukan setelah itu . " 


IX). SHALAT SEBELUM ATAU SESUDAH SHALAT HARI RAYA.


Tidak ada suatu keterangan pun menyatakan adanya shalat sunat sebelum atau sesudah shalat hari raya. Nabi SAW dan sahabat-sahabatnya tidak melakukan shalat apa pun bila datang ke mushola, baik sebelum atau sesudah shalat 'Id. " 


Dari Ibnu Abbas, katanya: " Pada hari raya Nabi SAW pergi ke mushola, lalu mengerjakan dua raka'at 'Id, dan tdak bershalat sebelum atau sesudahnya . " 


(Disarikan dari Kitab Fiqhus Sunnah, karangan Sayyid Sabiq Muhammad At-Tihami). Insya Allah bemanfaat.

Zakat Anda Sudah Kami Salurkan...

Alhamdulillah, pada hari Selasa tanggal 6 Agustus kemarin, Zakat yang terkumpul di Panitia Penerimaan dan Penyaluran Zakat, Infaq, dan Shadaqoh Masjid "Baiturrahim" Lingkungan Pejarakan yang jumahnya 200 paket lebih telah tersalurkan sesuai data yang berhak menerima. Semoga di tahun-tahun yang akan datang, kegiatan ini berjalan lebih baik lagi. Amin!

Sukses untuk Panitia...

Senin, 29 Juli 2013

4 KENIKMATAN IBADAH BULAN RAMADHAN

Abu Hurairah RA berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Segolongan umatku akan masuk surga sebanyak 70 ribu yang wajah mereka bersinar bagaikan rembulan.’ Maka, berdirilah Ukasyah bin Muhshin al-Asady seraya mengangkat tangan lalu berkata, ‘Doakan untukku Ya Rasulullah agar aku termasuk golongan mereka.’

Lalu Rasulullah berdoa, ‘Ya Allah, jadikanlah dia dari golongan ini.’ Lalu, seorang dari golongan Anshar berdiri dan berkata, ‘Ya Rasulallah, doakan agar aku termasuk golongan mereka juga.’ Rasulullah bersabda, ‘Engkau telah didahului Ukasyah.’” (HR al-Bukhari, lihat as-Sunan al-kubra karangan al-Baihaqi, juz X, hlm 139).

Hal yang menarik dari hadis ini dalam konteks Ramadhan adalah kesempatan Ukasyah yang dimasukkan dalam segolongan umat yang masuk surga dengan wajah yang bersinar bagaikan rembulan atau golongan yang masuk surga tanpa hisab. Sedangkan, orang Anshar yang minta didoakan setelah Ukasyah ditolak Rasul dengan bahasa yang halus karena kesempatan emas sudah diambil Ukasyah.

Kesempatan emas adalah salah satu faktor penting bagi manusia untuk menggapai kesukesan dalam hidup di dunia dan juga akhirat. Boleh jadi seorang akan menyesal selamanya karena tidak segera menggunakan peluang emas.

Betapa banyak manusia gagal karena tidak menggunakan kesempatan yang melewatinya. Ramadhan adalah bulan istimewa di mana Allah memberikan peluang banyak untuk mencapai derajat tinggi di dunia dan di surga kelak.

Di antara kesempatan emas itu, pertama, kesempatan untuk diampuni dosa-dosanya yang terdahulu melalui puasa Ramadhan. Qiyam Ramadhan dan qiyam pada Lailatul Qadar bila dilakukan dengan dasar imaanan wa ihtisaaban. (HR an-Nasa’i, no 2503 dan 2504).

Dan, setiap hari malakat-malaikat memintakan ampunan bagi mereka saat berpuasa sampai berbuka orang-orang puasa diampuni dosa-dosa mereka pada malam terakhir bulan Ramadhan. (HR Ahmad, al-Bazzar, al-Baihaqi).

Kedua, kesempatan untuk dilipatgandakannya amal-amal kita, termasuk beribadah pada malam Lailatul Qadar yang nilainya lebih baik dari 1000 bulan. Ketiga, peluang untuk mendapatkan doa-doa mustajab. “Orang yang berpuasa saat berbukanya memiliki doa mustajab yang tidak akan ditolak.” (HR Ibnu Majah dan al-Baihaqi). Lihat juga QS al-Baqarah [2]: 186).

Keempat, peluang untuk mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan saat berbuka dan kesenangan saat berjumpa dengan Allah. (HR at-Tirmizi). Kelima, peluang  untuk mendapatkan surga melalui puasa. “Bagi orang berpuasa pintu di surga yang disebut ar- Rayyan yang tidak dimasuki kecuali oleh mereka bila yang terakhir sudah masuk, maka pintu akan ditutup.” (HR an-Nasa’i).

Di sana masih banyak peluang bagi umat Islam pada bulan Ramadhan ini untuk menggapai kesuksesan dunia dan akhirat tanpa batas. Sungguh Ramadhan adalah bulan agung penuh berkah. Barang siapa yang tidak menggunakan peluang emas di dalamnya pasti akan menyesal selama-lamanya.

“Ya Allah jadikanlah kami orang yang memaksimalkan Ramadhan untuk menggapai rahmat-Mu, ampunan-Mu, dan dilepaskan dari siksa neraka.” Amin.

Sabtu, 27 Juli 2013

Mutiara Hadits

Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya (HR. Muslim, No. 2588)

Pendakian Spiritual

Seorang Sufi termashur dengan konsep Mahabbah (cinta Ilahi), Rabi’ah al-‘Adawiyah (713-801 M) pernah bermunajat dalam keheningan malam : “Ya Allah, jika aku mengabdi kepadaMu karena takut neraka, maka campakkanlah aku ke dalamnya. Jika aku mengabdi kepadaMu karena mengharapkan surga, maka jauhkan aku darinya. Tetapi, jika aku mengabdi kepadaMu semata-mata karena mencintaiMu, maka janganlah sembunyikan kecantikanMu yang kekal itu dariku “.

Bulan Ramadhan adalah momentum terbaik untuk meraih kenikmatan ibadah kepada Allah SWT, baik ibadah ritual (mahdhah), seperti shalat, puasa, zakat, baca al-Qur’an, zikir, i’tikaf dan lain-lain, maupun ibadah sosial (mu’amalah), seperti sedekah, menyediakan hidangan berbuka, berbagi dan membiayai pendidikan yatim dhuafa, membangun sekolah, masjid dan lain-lain.

Namun harus diakui, betapa sulitnya merasakan  nikmatinya beribadah dan beramal saleh. Ibadah yang didasari cinta dan rindu kepada Allah, sehingga hati senang dan nikmat menjalankannya.
Untuk meraih kenikmatan ibadah itu, kita harus menempuh tangga pendakian spritual yang saya formulasikan dalam rumus tiga TER.

Pertama, TER-Paksa. Ketika memilih jalan hidup Islam dengan ber-syahadat, maka kita telah menjadi mukallaf (orang yang dibebani tanggung jawab syariat) yakni menjalankan segala perintah (wajib dan sunnah) dan menjauhi larangan (haram dan makruh).

Menjalankan syariat itu berat, tapi harus dilakukan. Berat mendirikan shalat (2:43), puasa (:183), bayar zakat (2:110), haji (22:27), berbakti kepada orang tua (17:23), berinfak kepada kaum kerabat dan yatim dhuafa (2:215) dengan harta yang disenangi (4:92,29:8-9) dan seterusnya.

Tapi karena kewajiban harus dilakukan meski Ter-paksa. Jangan menunggu ikhlas dulu baru dikerjakan. Jika belum ikhlas lakukan lagi, jangan berhenti hingga ia tumbuh dalam hati. Orang yang melakukan sesuatu karena Ter-paksa akan tampak pada raut wajah, fisik dan sikapnya. 

Beribadah dan bekerja dalam keadaan Ter-paksa, akan terlihat ekspresi wajah yang tegang dan risau. Misalnya, karena takut lapar dan haus di siang hari, lalu makan dan minum berlebihan di waktu sahur.

Menunggu berbuka puasa dengan ngabuburit agar lapar dan dahaga tidak terasa. Waktu maghrib terasa lama dan jam tangan pun selalu dilirik.
Begitu adzan berkumandang, hidangan ta’jil langsung dilibas tanpa kompromi. Ketika Ramadhan akan berakhir, senangnya bukan main, seakan lepas dari beban yang menyiksa.

Ibadah yang dilakukan dengan Ter-paksa, tidak akan membekas dan bermakna dalam hidup keseharian, kecuali sekadar gugur kewajiban dan simbolik semata. Hambar, seperti sayur tak bergaram dan lalap tak bersambal.

Kedua, TER-Biasa. Meskipun menjalankan syariat itu berat, tapi terus lakukan dan jangan pernah berhenti dalam kondisi Ter-paksa. Seiring waktu akan naik pada tangga spritual berikutnya, yakni Ter-biasa. 

Jika di tangga Ter-paksa beban terasa sangat berat, terburu-buru dan asal jadi, maka ketika Ter-biasa akan lebih ringan dan menerima apa adanya. Berat sekali bangun di tengah malam untuk shalat tahajjud dan sahur misalnya, tapi karena dipaksakan jadi Ter-biasa.

Begitu juga mengeluarkan sedekah (infak),  awalnya Ter-paksa apalagi dalam jumlah besar, tidak apa-apa. Namun, jika terus dilakukan akan Ter-biasa. Begitu pun bangun shubuh dan berangkat ke Masjid,  kalau dipaksakan akan Ter-biasa. Jika sudah Ter-biasa, maka akan lebih ringan dan mudah dikakukan, karena sudah menjadi kebiasaan (mudawamah).

Nabi SAW. pernah ditanya, tentang amal yang paling disukai Allah SWT. Lalu Beliau menjawab : “adwaamuha wa inqolla” (terus menerus meski sedikit), (HR. Muslim). Oleh karena itu, jangan sampai membiasakan diri dengan perbuatan buruk.

Awalnya terpaksa atau dipaksa, tapi kalau berulang-ulang akan Ter-biasa.   Perbuatan baik dan buruk yang sudah terbiasa, akan menjadi karakter atau akhlak.  Namun, ekspresi wajah, kata dan sikap orang yang Ter-biasa itu masih apa adanya, memelas, pasrah dan penuh pertimbangan.

Ketiga, TER-Rasa. Bagian ini mulai sulit dijelaskan secara nalar (logika) karena sering kali tidak bisa dicerna oleh akal manusia, tapi mudah dipahami dengan rasa (hati), apalagi bagi orang yang sudah merasakan.

Ter-Rasa (Terasa) berarti merasakan kenikmatan dan kesenangan dalam menjalankan ibadah atau amal perbuatan. Melakukan amal karena cinta kepada Sang Maha Pencinta (ikhlas).

Mereka mencintai Allah dan Allah pun mencintai mereka (QS.5:54). Mereka ridha dan Allah pun ridha kepada mereka (QS.98:7-8). Merasakan kenikmatan dalam amal kebajikan, sehingga senang melakukannya, ingin berlama-lama, tidak peduli cuaca, jarak, biaya.

Rela berkorban agar bisa menikmati kenikmatan ibadah dan larut dalam pelukan cinta Ilahi. Orang yang menunaikan haji misalnya, larut dalam kenikmatan spiritual di tengah panas terik, berdesakan bahkan rela berkorban nyawa.
Terkadang derai air mata pun berurai karena bahagia tiada terkira. Eskpresi wajah, kata dan sikap orang yang melakukan sesuatu dengan Terasa sangat berbeda dengan dua sebelumnya. Mereka tampak ceria, tersenyum, berbunga-bunga dan bahagia. Nikmat !

Video Kristenisasi di Tengah Penderitaan Muslim Syiria


Jumat, 26 Juli 2013

Al Qur'an dan Lailatul Qadr

Khutbah Jumat Masjid "Baiturrahim" Lingkungan Pejarakan
oleh: Usman Jayadi


Hadirin Rahimakumullah
Ramadhan dengan beraneka kebaikan dan keberkahannya masih menghiasi hari-hari kita dan tidak lama lagi, bulan mulia ini akan segera berlalu dari kegembiraan kita. Oleh karena itu, Melalui mimbar yang mulia ini, saya mengajak kepada kita semua marilah kita syukuri nikmat umur yang Allah berikan kepada kita dengan memperbanyak amal dan ibadah sempurna kepada Allah SWT. Selanjutnya, saya mengajak kita semua untuk terus menerus meningkatkan kualitas taqwa kita pada Allah dengan berupaya maksimal melaksanakan apa saja perintah-Nya yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul saw. dan meninggalkan apa saja larangan Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul Saw. Karena hanya dengan cara itulah ketaqwaan kita akan mengalami peningkatan dan perbaikan.

Hadirin Rahimakumullah
Kalaulah Al-Qur’an itu tidak diturunkan pertama kali di salah satu malam dari bulan Ramadhan, maka malam tersebut dan bahkan bulan Ramadhan tidak akan mengandung keberkahan dan kebaikan seperti yang dijelaskan dalam banyak hadist dan ayat Al-Qur’an. Sebab, rahasia utama di balik keberkahan Ramadhan itu adalah Al-Qur’an. Sebagai Muslim, kita wajib mengimani, mengambil, mempelajari dan mengikuti penyebab keberkahan itu sendiri, yakni Al-Qur’an Al-Mubarok. Karena Al-Qur’an adalah kitab yang penuh berkah seperti yang dijelaskan dalam surat Al-An’am ayat 155 :

Dan ini adalah Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan yang diberkahi, maka ikutilah ia dan bertakwalah (kepada Allah), dijamin kamu mendapat rahmat-Nya (QS. Al-An’am (6) : 155]

Kaum Muslimin Rahimakumullah...
Untuk membuktikan betapa berkahnya Al-Qur’an itu, mari kita lihat sejenak sejarah bangsa Arab, khususnya yang tinggal di kota Makkah dan Madinah. Saat Al-Qur’an diturunkan, bangsa Arab adalah bangsa yang terpecah belah karena bangga dengan suku, keturunan dan status sosial yang diciptakan tradisi nenek moyang mereka. Kehidupan mereka sangat primitif, barbar dan brutal. Sejarah mencatat, sebelum mereka mendapatkan keberkahan Al-Qur’an mereka terkenal dengan sebutan masyarakat jahiliyah.

Pengertian masyarakat jahiliyah ialah masyarakat yang belum mengenal dan belum dapat membedakan antara al-haq dan al-bathil, antara iman dan kufur, antara tauhid dan syirik, antara kebaikan dan keburukan, antara manfaat dan mudharat, antara dosa dan pahala, antara dunia dan akhirat, antara syurga dan neraka dan bahkan antara Tuhan Pencipta dan hamba yang dicipta. Sebab itu, mereka dengan mudah terjebak melakukan berbagai kejahatan, sejak dari kejahatan ekonomi, moral, kemanusiaan, sampai kejahatan hukum dan ketuhanan. Pantaslah Umar Ibnul Khattab menggambarkan masyarakat jahiliyah itu adalah masyarakat yang paling hina (adzallah qaum) di muka bumi.

Bandingkan dengan setelah mereka meyakini, menerima, membaca, memahami, mengikuti (mengamalkan) dan memperjuangkan Al-Qur’an sebagai the way of life / manhajul hayah / pedoman kehidupan, Terjadi perubahan mendasar dan drastis sehingga mereka mampu meninggalkan semua nilai-nilai keburukan dan hijrah kepada semua nilai kebaikan menurut Allah dan Rasul-Nya. Berbagai pujian dan stempel kebesaran dan kemuliaan untuk mereka pun datang dari langit atau wahyu. Di antaranya, mereka adalah sebaik-baik ummat yang pernah ditampilkan Allah di atas muka bumi ini.

Hadirin Rahimakumullah
Nuzulul Qur’an yang kita peringati setiap tanggal 17 Ramadhan ini paling tidak memberikan kita semua hikmah atau gambaran nyata bahwa Al-Qur’an tidak hanya menjadi kitab bagi kita selaku ummat Islam seperti kitab-kitab agama lainnya, melainkan juga menjadi pedoman terhebat, pedoman terutama dalam menjalani visi dan misi kehidupan ini.

Hadirin Sidang Jum’ah Rahimakumullah
Di sisa-sisa akhir Ramadhan yang mulia, tentunya kita semua selalu menunggu akan datangnya suatu malam yang menjadi tujuan Ramadhan semua orang yaitu Lailatul Qadr. Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya  pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu  kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. Al Qadr ayat 1-5)

Surah Al Qadr adalah Surah ke 97 menurut urutannya di dalam Mushaf Al Qur’an. Surah ini ditempatkan setelah Surah Al ‘Alaq (Iqra’) yang menjadi Surah pertama diturunkannya Al Qur’an kepada Rasulullah SAW. Menurut para Ulama Tafsir, Surah Al Qadr diturunkan kepada Rasulullah jauh sesudah Surah Al ‘Alaq diturunkan yaitu setelah Rasulullah SAW berhijrah dari Makkah ke Madinah. Yang paling special dari Surah Al Qadr ini adalah penempatan urutannya dilakukan atas perintah Allah SWT dan dari urutannya tersebut ditemukan keserasian yang mengagumkan, yaitu kalau Surah Al ‘Alaq (Iqra’) Rasulullah SAW (dan kita ummat Islam) diperintahkan untuk membaca, dan yang dibaca itu antara lain adalah Al Qur’an. Maka wajarlah jika Surah sesudahnya yaitu Surah Al Qadr berbicara tentang turunnya Al Qur’an dan kemuliaan malam tersebut.

Lailatul Qadr bukanlah hanya dongeng yang berisi cerita fisik membekunya air, heningnya malam, menunduknya pepohonan, dan lainnya sebagainya, melainkan Lailatul Qadr pasti ada di setiap Ramadhan dan berdosa bagi kita yang meyakini Al Qur’an tidak meyakini adanya Lailatul Qadr tersebut. Terdapat 3 ayat dalam Al Qur’an yang memperkuat tentang adanya malam Lailatul Qadr, yaitu  surah Al Qadr, QS. Ad Dukhan ayat 3, dan Surah Al Baqarah ayat 185.

Malam tersebut adalah malam mulia, tidak mudah diketahui betapa besar kemuliaannya. Ini diisyaratkan oleh adanya "pertanyaan" dalam bentuk pengagungan, yaitu Wa ma adraka ma laylat Al-Qadr .

Tiga belas kali kalimat ma adraka terulang dalam Al-Quran. Sepuluh di antaranya mempertanyakan tentang kehebatan yang terkait dengan hari kemudian, seperti Ma adraka ma Yawm Al-Fashl, ... Ma adraka ma Al-Haqqah .. Ma adraka ma 'Illiyyun , dan sebagainya. Kesemuanya itu merupakan hal yang tidak mudah dijangkau oleh akal pikiran manusia, kalau enggan berkata mustahil dijangkaunya. Dari ketiga belas kali ma adraka itu ada tiga kali yang mengatakan: Ma adraka ma al-thariqMa adraka ma al-aqabah, dan Ma adraka ma laylat al-qadr . demikian yang diungkapkan Prof. Dr. Quraish Shihab dalam bukunya “Membumikan Al Qur’an”

Kalau dilihat pemakaian Al-Quran tentang hal-hal yang menjadi objek pertanyaan, maka kesemuanya adalah hal-hal yang sangat hebat dan sulit dijangkau hakikatnya secara sempurna oleh akal pikiran manusia. Hal ini tentunya termasuk Laylat Al-Qadr yang menjadi pokok bahasan kita, kali ini.

Dua hal yang dipertanyakan dengan wa ma yudrika adalah pertama menyangkut waktu kedatangan hari kiamat dan kedua apa yang berkaitan dengan kesucian jiwa manusia.

Secara gamblang, Al-Quran - demikian pula Al-Sunnah - menyatakan bahwa Nabi saw. tidak mengetahui kapan datangnya hari kiamat, dan tidak pula mengetahui tentang yang gaib. Ini berarti bahwa ma yudrika digunakan oleh Al-Quran untuk hal-hal yang tidak mungkin diketahui walaupun oleh Nabi saw. sendiri. Sedangkan wa ma adraka, meskipun berupa pertanyaan, namun pada akhirnya Allah SWT menyampaikannya kepada Nabi saw., Sehingga informasi lanjutan dapat diperoleh dari beliau. Itu semua berarti bahwa persoalan Laylat Al-Qadr harus dirujuk kepada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw., Karena di sanalah dapat diperoleh informasinya.
Kembali ke pertanyaan semula, bagaimana tentang malam itu? Apa arti malam Al-Qadr dan mengapa malam itu dinamai demikian? Di sini ditemukan berbagai jawaban.
Kata qadr sendiri paling tidak digunakan untuk tiga arti:
  1. Penetapan dan pengaturan sehingga Laylat Al-Qadr dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. 
  2. Kemuliaan . Malam tersebut adalah malam mulia yang tiada bandingnya.
  3. Sempit . Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surah Al-Qadr: Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. 

sehingga “Lailatul Qadr” diduga oleh Rasulallah datang pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Karena, ketika itu, diharapkan jiwa manusia yang berpuasa selama dua puluh hari sebelumnya telah mencapai satu tingkat kesadaran dan kesucian yang memungkinkan malam mulia itu berkenan mampir menemuinya. Dan itu pula sebabnya Rasul saw. menganjurkan sekaligus mempraktekkan i'tikaf (berdiam diri dan merenung di masjid) pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.

Malam Al-Qadr, yang ditemui atau yang menemui Nabi pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung tentang diri beliau dan masyarakat. Ketika jiwa beliau telah mencapai kesuciannya, turunlah Al-Ruh (Jibril) membawa ajaran dan membimbing beliau sehingga terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup beliau bahkan perjalanan hidup umat manusia.
Hadirin Rahimakumullah

Dalam rangka menyambut kehadiran Laylat Al-Qadr itu yang beliau ajarkan kepada umatnya, antara lain, adalah melakukan i'tikaf. Walaupun i'tikaf dapat dilakukan kapan saja dan dalam waktu berapa lama saja - bahkan dalam pandangan Imam Syafi'i, meskipun hanya sesaat selama dibarengi oleh niat yang suci - namun, Nabi saw. selalu melakukannya pada sepuluh hari dan malam terakhir bulan puasa. Di sanalah ia bertadarus dan merenung sambil berdoa.
Dan Salah satu doa yang paling sering beliau baca dan hayati maknanya adalah: Rabbana atina fi al-dunya hasanah, wa fi al-akhirah hasanah wa qina 'adzab al-nar (Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka). Doa ini bukan sekadar berarti permohonan untuk memperoleh kesejahteraan dunia dan kebajikan akhirat, tetapi lebih-lebih lagi bertujuan untuk memantapkan langkah dalam berupaya meraih kesejahteraan kehidupan di dunia dan di akhirat.

Oleh Karena itu hadirin Rahimakumullah, marilah kita songsong Lailatul Qadr yang sebentar lagi akan menghiasi Ramadhan kita dengan aktifitas ibadah yang dapat mendatangkan keridhoan dari Allah SWT, dan teriring doa semoga kita semua merasakan indahnya Ramadhan ini dengan penuh khusyu’ ibadah, rezeki yang tiada putusnya, do’a yang terkabulkan, harapan demi harapan menjadi nyata di depan mata kita, dan yang terpenting shalat kita, shadaqah kita, puasa kita diteri oleh Allah SWT. Amin ya Rabbal ‘alamin!


Barakallahu li walakum fil Qur’anil ‘Adzim
Wanafa’anni waiyyakum  bima fiihiminal ayaati wadzikril hakim
Wataqabbalallahuminna waminkum
Tilawatahu innahu huwassami’ul ‘alim…