Jumat, 26 Juli 2013

Al Qur'an dan Lailatul Qadr

Khutbah Jumat Masjid "Baiturrahim" Lingkungan Pejarakan
oleh: Usman Jayadi


Hadirin Rahimakumullah
Ramadhan dengan beraneka kebaikan dan keberkahannya masih menghiasi hari-hari kita dan tidak lama lagi, bulan mulia ini akan segera berlalu dari kegembiraan kita. Oleh karena itu, Melalui mimbar yang mulia ini, saya mengajak kepada kita semua marilah kita syukuri nikmat umur yang Allah berikan kepada kita dengan memperbanyak amal dan ibadah sempurna kepada Allah SWT. Selanjutnya, saya mengajak kita semua untuk terus menerus meningkatkan kualitas taqwa kita pada Allah dengan berupaya maksimal melaksanakan apa saja perintah-Nya yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul saw. dan meninggalkan apa saja larangan Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul Saw. Karena hanya dengan cara itulah ketaqwaan kita akan mengalami peningkatan dan perbaikan.

Hadirin Rahimakumullah
Kalaulah Al-Qur’an itu tidak diturunkan pertama kali di salah satu malam dari bulan Ramadhan, maka malam tersebut dan bahkan bulan Ramadhan tidak akan mengandung keberkahan dan kebaikan seperti yang dijelaskan dalam banyak hadist dan ayat Al-Qur’an. Sebab, rahasia utama di balik keberkahan Ramadhan itu adalah Al-Qur’an. Sebagai Muslim, kita wajib mengimani, mengambil, mempelajari dan mengikuti penyebab keberkahan itu sendiri, yakni Al-Qur’an Al-Mubarok. Karena Al-Qur’an adalah kitab yang penuh berkah seperti yang dijelaskan dalam surat Al-An’am ayat 155 :

Dan ini adalah Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan yang diberkahi, maka ikutilah ia dan bertakwalah (kepada Allah), dijamin kamu mendapat rahmat-Nya (QS. Al-An’am (6) : 155]

Kaum Muslimin Rahimakumullah...
Untuk membuktikan betapa berkahnya Al-Qur’an itu, mari kita lihat sejenak sejarah bangsa Arab, khususnya yang tinggal di kota Makkah dan Madinah. Saat Al-Qur’an diturunkan, bangsa Arab adalah bangsa yang terpecah belah karena bangga dengan suku, keturunan dan status sosial yang diciptakan tradisi nenek moyang mereka. Kehidupan mereka sangat primitif, barbar dan brutal. Sejarah mencatat, sebelum mereka mendapatkan keberkahan Al-Qur’an mereka terkenal dengan sebutan masyarakat jahiliyah.

Pengertian masyarakat jahiliyah ialah masyarakat yang belum mengenal dan belum dapat membedakan antara al-haq dan al-bathil, antara iman dan kufur, antara tauhid dan syirik, antara kebaikan dan keburukan, antara manfaat dan mudharat, antara dosa dan pahala, antara dunia dan akhirat, antara syurga dan neraka dan bahkan antara Tuhan Pencipta dan hamba yang dicipta. Sebab itu, mereka dengan mudah terjebak melakukan berbagai kejahatan, sejak dari kejahatan ekonomi, moral, kemanusiaan, sampai kejahatan hukum dan ketuhanan. Pantaslah Umar Ibnul Khattab menggambarkan masyarakat jahiliyah itu adalah masyarakat yang paling hina (adzallah qaum) di muka bumi.

Bandingkan dengan setelah mereka meyakini, menerima, membaca, memahami, mengikuti (mengamalkan) dan memperjuangkan Al-Qur’an sebagai the way of life / manhajul hayah / pedoman kehidupan, Terjadi perubahan mendasar dan drastis sehingga mereka mampu meninggalkan semua nilai-nilai keburukan dan hijrah kepada semua nilai kebaikan menurut Allah dan Rasul-Nya. Berbagai pujian dan stempel kebesaran dan kemuliaan untuk mereka pun datang dari langit atau wahyu. Di antaranya, mereka adalah sebaik-baik ummat yang pernah ditampilkan Allah di atas muka bumi ini.

Hadirin Rahimakumullah
Nuzulul Qur’an yang kita peringati setiap tanggal 17 Ramadhan ini paling tidak memberikan kita semua hikmah atau gambaran nyata bahwa Al-Qur’an tidak hanya menjadi kitab bagi kita selaku ummat Islam seperti kitab-kitab agama lainnya, melainkan juga menjadi pedoman terhebat, pedoman terutama dalam menjalani visi dan misi kehidupan ini.

Hadirin Sidang Jum’ah Rahimakumullah
Di sisa-sisa akhir Ramadhan yang mulia, tentunya kita semua selalu menunggu akan datangnya suatu malam yang menjadi tujuan Ramadhan semua orang yaitu Lailatul Qadr. Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya  pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu  kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. Al Qadr ayat 1-5)

Surah Al Qadr adalah Surah ke 97 menurut urutannya di dalam Mushaf Al Qur’an. Surah ini ditempatkan setelah Surah Al ‘Alaq (Iqra’) yang menjadi Surah pertama diturunkannya Al Qur’an kepada Rasulullah SAW. Menurut para Ulama Tafsir, Surah Al Qadr diturunkan kepada Rasulullah jauh sesudah Surah Al ‘Alaq diturunkan yaitu setelah Rasulullah SAW berhijrah dari Makkah ke Madinah. Yang paling special dari Surah Al Qadr ini adalah penempatan urutannya dilakukan atas perintah Allah SWT dan dari urutannya tersebut ditemukan keserasian yang mengagumkan, yaitu kalau Surah Al ‘Alaq (Iqra’) Rasulullah SAW (dan kita ummat Islam) diperintahkan untuk membaca, dan yang dibaca itu antara lain adalah Al Qur’an. Maka wajarlah jika Surah sesudahnya yaitu Surah Al Qadr berbicara tentang turunnya Al Qur’an dan kemuliaan malam tersebut.

Lailatul Qadr bukanlah hanya dongeng yang berisi cerita fisik membekunya air, heningnya malam, menunduknya pepohonan, dan lainnya sebagainya, melainkan Lailatul Qadr pasti ada di setiap Ramadhan dan berdosa bagi kita yang meyakini Al Qur’an tidak meyakini adanya Lailatul Qadr tersebut. Terdapat 3 ayat dalam Al Qur’an yang memperkuat tentang adanya malam Lailatul Qadr, yaitu  surah Al Qadr, QS. Ad Dukhan ayat 3, dan Surah Al Baqarah ayat 185.

Malam tersebut adalah malam mulia, tidak mudah diketahui betapa besar kemuliaannya. Ini diisyaratkan oleh adanya "pertanyaan" dalam bentuk pengagungan, yaitu Wa ma adraka ma laylat Al-Qadr .

Tiga belas kali kalimat ma adraka terulang dalam Al-Quran. Sepuluh di antaranya mempertanyakan tentang kehebatan yang terkait dengan hari kemudian, seperti Ma adraka ma Yawm Al-Fashl, ... Ma adraka ma Al-Haqqah .. Ma adraka ma 'Illiyyun , dan sebagainya. Kesemuanya itu merupakan hal yang tidak mudah dijangkau oleh akal pikiran manusia, kalau enggan berkata mustahil dijangkaunya. Dari ketiga belas kali ma adraka itu ada tiga kali yang mengatakan: Ma adraka ma al-thariqMa adraka ma al-aqabah, dan Ma adraka ma laylat al-qadr . demikian yang diungkapkan Prof. Dr. Quraish Shihab dalam bukunya “Membumikan Al Qur’an”

Kalau dilihat pemakaian Al-Quran tentang hal-hal yang menjadi objek pertanyaan, maka kesemuanya adalah hal-hal yang sangat hebat dan sulit dijangkau hakikatnya secara sempurna oleh akal pikiran manusia. Hal ini tentunya termasuk Laylat Al-Qadr yang menjadi pokok bahasan kita, kali ini.

Dua hal yang dipertanyakan dengan wa ma yudrika adalah pertama menyangkut waktu kedatangan hari kiamat dan kedua apa yang berkaitan dengan kesucian jiwa manusia.

Secara gamblang, Al-Quran - demikian pula Al-Sunnah - menyatakan bahwa Nabi saw. tidak mengetahui kapan datangnya hari kiamat, dan tidak pula mengetahui tentang yang gaib. Ini berarti bahwa ma yudrika digunakan oleh Al-Quran untuk hal-hal yang tidak mungkin diketahui walaupun oleh Nabi saw. sendiri. Sedangkan wa ma adraka, meskipun berupa pertanyaan, namun pada akhirnya Allah SWT menyampaikannya kepada Nabi saw., Sehingga informasi lanjutan dapat diperoleh dari beliau. Itu semua berarti bahwa persoalan Laylat Al-Qadr harus dirujuk kepada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw., Karena di sanalah dapat diperoleh informasinya.
Kembali ke pertanyaan semula, bagaimana tentang malam itu? Apa arti malam Al-Qadr dan mengapa malam itu dinamai demikian? Di sini ditemukan berbagai jawaban.
Kata qadr sendiri paling tidak digunakan untuk tiga arti:
  1. Penetapan dan pengaturan sehingga Laylat Al-Qadr dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. 
  2. Kemuliaan . Malam tersebut adalah malam mulia yang tiada bandingnya.
  3. Sempit . Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surah Al-Qadr: Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. 

sehingga “Lailatul Qadr” diduga oleh Rasulallah datang pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Karena, ketika itu, diharapkan jiwa manusia yang berpuasa selama dua puluh hari sebelumnya telah mencapai satu tingkat kesadaran dan kesucian yang memungkinkan malam mulia itu berkenan mampir menemuinya. Dan itu pula sebabnya Rasul saw. menganjurkan sekaligus mempraktekkan i'tikaf (berdiam diri dan merenung di masjid) pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.

Malam Al-Qadr, yang ditemui atau yang menemui Nabi pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung tentang diri beliau dan masyarakat. Ketika jiwa beliau telah mencapai kesuciannya, turunlah Al-Ruh (Jibril) membawa ajaran dan membimbing beliau sehingga terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup beliau bahkan perjalanan hidup umat manusia.
Hadirin Rahimakumullah

Dalam rangka menyambut kehadiran Laylat Al-Qadr itu yang beliau ajarkan kepada umatnya, antara lain, adalah melakukan i'tikaf. Walaupun i'tikaf dapat dilakukan kapan saja dan dalam waktu berapa lama saja - bahkan dalam pandangan Imam Syafi'i, meskipun hanya sesaat selama dibarengi oleh niat yang suci - namun, Nabi saw. selalu melakukannya pada sepuluh hari dan malam terakhir bulan puasa. Di sanalah ia bertadarus dan merenung sambil berdoa.
Dan Salah satu doa yang paling sering beliau baca dan hayati maknanya adalah: Rabbana atina fi al-dunya hasanah, wa fi al-akhirah hasanah wa qina 'adzab al-nar (Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka). Doa ini bukan sekadar berarti permohonan untuk memperoleh kesejahteraan dunia dan kebajikan akhirat, tetapi lebih-lebih lagi bertujuan untuk memantapkan langkah dalam berupaya meraih kesejahteraan kehidupan di dunia dan di akhirat.

Oleh Karena itu hadirin Rahimakumullah, marilah kita songsong Lailatul Qadr yang sebentar lagi akan menghiasi Ramadhan kita dengan aktifitas ibadah yang dapat mendatangkan keridhoan dari Allah SWT, dan teriring doa semoga kita semua merasakan indahnya Ramadhan ini dengan penuh khusyu’ ibadah, rezeki yang tiada putusnya, do’a yang terkabulkan, harapan demi harapan menjadi nyata di depan mata kita, dan yang terpenting shalat kita, shadaqah kita, puasa kita diteri oleh Allah SWT. Amin ya Rabbal ‘alamin!


Barakallahu li walakum fil Qur’anil ‘Adzim
Wanafa’anni waiyyakum  bima fiihiminal ayaati wadzikril hakim
Wataqabbalallahuminna waminkum
Tilawatahu innahu huwassami’ul ‘alim…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pendapat Anda Apa?